Akuntansi Syariah: Antara Idealis Dan Pragmatis


       Aspek metodologis dalam memahami akuntansi syariah seperti dijelaskan di atas ternyata berdampak pada pengembangan akuntansi syariah. Akuntansi syariah melalui penyucian dapat dikatakan di sini sebagai bentuk pengembangan akuntansi syariah dari sisi idealis. Seperti diketahui akuntansi syariah apabila dilihat dari pendekatan teoritis-praktisnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu akuntansi syariah idealis dan pragmatis.

        Akuntansi syariah pragmatis mengutamakan adaptasi akuntansi syariah konvensional mulai konsep dasar teoritis sampai bentuk teknologinya, disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Sedangkan akuntansi syariah idealis mencoba membangun teori sampai bentuk teknologinya berdasar nilai-nilai Islam.

         Aliran akuntansi pragmatis menganggap beberapa konsep dan teori akuntansi konvensional dapat digunakan dengan beberapa modifikasi. Modifikasi dilakukan untuk kepentingan pragmatis seperti penggunaan akuntansi dalam perusahaan Islami yang memerlukan legitimasi pelaporan berdasarkan nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah. Akomodasi akuntansi konvensional tersebut memang terpola dalam kebijakan akuntansi seperti Accounting and Auditing.

         Standards for Islamic Financial Institutions yang dikeluarkan AAOIFI secara internasional dan PSAK No. 59 atau yang terbaru PSAK 101-106 di Indonesia. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam tujuan akuntansi syari’ah aliran pragmatis yang masih berpedoman pada tujuan akuntansi konvensional dengan perubahan modifikasi dan penyesuaian berdasarkan prinsip- prinsip syari’ah. Tujuan akuntansi di sini lebih pada pendekatan kewajiban, berbasis entity theory dengan akuntabilitas terbatas.

        Bila kita lihat lebih jauh, regulasi mengenai bentuk laporan keuangan yang dikeluarkan AAOIFI misalnya, disamping mengeluarkan bentuk laporan keuangan yang tidak berbeda dengan akuntansi konvensional (neraca, laporan laba rugi dan laporan aliran kas) juga menetapkan beberapa laporan lain seperti analisis laporan keuangan mengenai sumber dana untuk zakat dan penggunaannya, analisis laporan keuangan mengenai earnings atau expenditures yang dilarang berdasarkan syari’ah: laporan responsibilitas sosial bank syari’ah; serta laporan pengembangan sumber daya manusia untuk bank syari’ah.

       Ketentuan AAOIFI lebih diutamakan untuk kepentingan ekonomi, sedangkan ketentuan syari’ah, sosial dan lingkungan merupakan ketentuan tambahan. Dampak dari ketentuan AAOIFI yang longgar tersebut, membuka peluang perbankan syari’ah mementingkan aspek ekonomi daripada aspek syari’ah, sosial maupun lingkungan. 

     Aliran Akuntansi Syari’ah Idealis di sisi lain melihat akomodasi yang terlalu “terbuka dan longgar” jelas-jelas tidak dapat diterima. Beberapa alasan yang diajukan misalnya, landasan filosofis akuntansi konvensional merupakan representasi pandangan dunia barat yang kapitalistik, sekuler dan liberal serta didominasi kepentingan laba. 

      Konsep dasar teoritis akuntansi yang sesuai dengan nilai dan tujuan syari’ah menurut aliran idealis adalah Shari’ate Enterprise Theory. Menurut konsep ini stakeholders adalah pihak yang berhak menerima pendistribusian nilai tambah dan diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu direct participants dan indirect participants.

        Direct stakeholders adalah pihak yang terkait langsung dengan bisnis perusahaan, yang terdiri dari: pemegang saham, manajemen, karyawan, kreditur, pemasok, pemerintah, dan lain-lainnya. Indirect stakeholders adalah pihak yang tidak terkait langsung dengan bisnis perusahaan, terdiri dari: masyarakat mustahiq (penerima zakat, infaq dan shadaqa), dan lingkungan alam (misalnya untuk pelestarian alam).



Previous
Next Post »

ConversionConversion EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
:lv
Thanks for your comment